Kamis, 23 Maret 2017

Bonython Park Adelaide



Pengen nyari tempat bermain gratis dan tempat nongkrong asyik di Adelaide? Datang saja nih ke Bonython Park. Taman seluas 17 hektar ini beralamat di Port Rd, Adelaide SA 5000, Australia dan dibuka pada tahun 1962.


Ada banyak hal bisa kita temukan di taman ini, yang paling menarik sih tempat bermain anak dan BBQ area. Selain itu ada juga kolam luas dengan penghuninya puluhan ekor bebek berwarna hitam yang berkeliaran bebas. Kita juga dapat menikmati pemandangan pesawat terbang yang berlalu lalang (karena tempat ini hanya berjarak 5 km dari Adelaide Airport), sambil rebahan di atas hamparan rumput hijau yang bersih.
 
bersama para bebek
Torrens River, sungai terkenal yang membelah kota Adelaide, juga mengalir melewati taman ini. Bahkan kalau kita berjalan menyusuri pinggir sungai, kita dapat sampai ke bangunan kuno yang cantik di Adelaide bernama Adelaide Gaol, yaitu penjara jaman dahulu.
 
rumputnya hijau dan bersih
Awalnya aku belum tau istilah ‘gaol’ ini, “orang Adelaide gaol-gaol kali” kata si ayah nyeletuk sekenanya. Setelah bertanya pada penduduk setempat, ternyata gaol itu artinya penjara. Lah, setauku penjara itu kan prison ya, seperti di buku The Prisoner of Azkaban. Wah, jadi nambah kosakata baru nih.


Macam-macam Permainan Unik
Permainan yang ada disini banyak ragamnya, dan aku sempat kebingungan bagaimana cara memainkan semua wahana yang ada disini. Aku menghampiri sebuah permainan berupa tali panjang yang terjulur ke bawah dari sebuah tiang seperti tiang ayunan, dan dibawahnya ada bantalan berwarna hitam berbentuk bulat. Entah bagaimana cara mainnya.

Aku menunggu ada orang lain yang memainkannya. Begitu ada rombongan datang, ternyata mereka menarik tali tersebut menuju ujung tiang. Kemudian mereka menaiki bulatan berwarna hitam, lalu meluncur seperti sedang bermain flying fox.
 video permainan seru

Di taman ini juga ada ayunan berbentuk bulat lebar terbuat dari jaring sehingga kita bisa tiduran sambil berayun. Ada roda berputar seperti permainan yang sering ada di kandang-kandang marmut. Ada permainan air yang terdiri dari tuas-tuas untuk membuka pintu supaya air bisa mengalir dan menggerakkan kincir.

Ada lagi nih, kursi dari per yang berhadap-hadapan. Karena aku tidak tahu cara mainnya, akhirnya aku dan Zita menduduki per itu dan bergoyang ke depan dan belakang secara bergantian. Entah apakah cara bermain kami benar atau tidak. Kemudian ada tempat duduk berlubang, berbentuk seperti jamur. Aku iseng duduk di dalam lubang itu. Tiba-tiba lubang itu berputar sehingga aku berayun dan pantatku berada lebih pendek dari lutut yang membuatku hampir terjengkang. Aneh-aneh saja permainan disini.
 
entah bagaimana cara memainkan properti ini, ada per-nya di bawah
Toilet Unik
Lelah bermain, aku mendekati sebuah bangunan unik berwarna cokelat yang ternyata adalah sebuah toilet! Aku mencoba mendorong pintu toilet, menekan tombol open untuk membukanya, tetapi pintu itu tidak bergeser sedikitpun. Usut punya usut, ternyata kalau lampu merah di dekat pintu menyala, berarti di dalam toilet sedang ada penghuninya, jadi pintu tidak bisa dibuka dari luar, kita harus menunggu sampai orang di dalam toilet keluar, dan lampu tombol berwarna hijau.
 
toilet
Setelah aku berhasil masuk ke dalam toilet, secara otomatis terdengar alunan musik di dalam ruangan toilet yang cukup luas ini. Aku duduk di atas satu-satunya toilet closet duduk yang ada disini. Setelah selesai buang air, aku melihat tisu toilet terpasang di samping kloset. Ada tombol pada tempat tisu itu. Aku menekan tombol itu. Tisu bergulung ke bawah, terus dan terus tanpa berhenti sampai tisu menyetuh lantai, padahal aku sudah menekan lagi tombol tadi, berharap bisa menghentikan laju tisu yang terus bergulung keluar.

Waduh, bagaimana nih cara menghentikannya? Aku berpikir dengan panik. Bagaimana kalau gulungan tisu ini tidak mau berhenti sampai menggunung di lantai? Tanpa pikir panjang aku menyobek tisu itu. Tiba-tiba gerakan menggulung berhenti. Hhhh. Aku mendesah lega. Mungkin tisu ini berhenti bergulung menggunakan sensor gerakan. Begitu ada gerakan tisu dirobek, gerakan menggulung langsung berhenti.

Setelah itu, aku mencari-cari tombol untuk mengguyur atau memflush closet. Tidak ketemu. Aku panik lagi. Bagaimana caranya aku menyingkirkan buanganku ini? Lagu di dalam toilet semakin menderu-deru, menambah kepanikanku.

“Tenang” aku berkata pada diri sendiri. Kemudian aku berkeliling toilet, untuk mencari tulisan-tulisan petunjuk. Di dekat wastafel, aku menemukannya. Jadi ternyata, ketika kamu mencuci tangan di wastafel ini, air closet akan otomatis menyala. Aku mengulurkan tangan ke depan. Air mengalir membasahi tanganku, dan dalam waktu bersamaan, byuurr… air dalam closet juga mengalir. Fiuh. Lega rasanya.

Dan yang terakhir, aku menekan tombol open. Begitu pintu toilet membuka, musik di dalam toilet langsung terdiam. Hmm, pengalaman dalam toilet paling aneh nih.
 
pemanggang BBQ. tau cara menggunakannya? bertanyalah pada orang yang lewat
Parkir Gratis
Ada lagi nih keistimewaan Bonython Park yang membuatku sering berkunjung kesini, yaitu parkir gratis! Tau sendiri kan, biaya parkir di daerah CBD itu mahal banget, bisa mencapai AUD 3 per jam nya. Nah, jadi kalau aku bepergian, aku naik mobil tuh dari rumah kontrakan yang ada di daerah Mile End, kemudian mobil ditinggal di tempat parkir Bonython Park, terus aku jalan kaki menyeberang jalan menuju halte Thebarton, lalu naik tram gratis deh dari situ, biar jalan-jalannya bisa irit.
 
Thebarton
 video

Baca juga : 

Rabu, 22 Maret 2017

Sikunir - oleh Zita, kelas 3 SD

Wingi jam 12 wengi aku sak keluarga mangkat nang Dieng. Aku tekan nang Dieng jam 2 esuk. Aku naik bukite jam 4 esuk. Bukit dhuwur banget, aku dadi kesel banget. Sing sepisan aku nang Bukit Sikunir, nang kono aku tuku Carica, panganan khas kono. Terus mbakku tuku syal nanging uwis telat soale uwis naik bukite. Terus aku numpak mobil meneh soale adem nang njobo. Terus aku mangkat nang kawah Sikidang. Nang kono mambu banget, belerang kabeh. Nang kawahe ono sing dodol endhog, masake nganggo pancingan karo kawah. Dadi ora nganggo kompor nanging nganggo kawah. Tapi regone larang-larang.

...tulisan ini dalam rangka tugas pelajaran Bahasa Jawa...

Selasa, 14 Maret 2017

Indahnya Parangtritis dilihat dari Watu Gupit, wisata Jogja



Awal dari cerita ini adalah ketika aku melihat sebuah tempat indah bernama Parangendog di internet. Dalam gambar tersebut terlihat seorang yang sedang duduk ongkang-ongkang kaki di sebuah… hmm apa ya namanya? Pokoknya seperti puing-puing bangunan yang sudah tidak terpakai gitu deh. Dan, di bawah kaki orang itu, jauuuuh di bawah sana, terhampar pemandangan indah sebuah pantai. Jadi tuh orang duduk di atas ketinggian, tanpa pengaman, dan pemandangan di bawahnya indah banget. “Aku harus datang ketempat ini”begitu tekadku waktu itu.

Setelah kutelusuri, ternyata tempat itu berada di sebelah Pantai Parangtritis yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalku di Magelang. Setelah mencari lokasinya di internet, sepertinya gampang untuk mencari tempat itu, dari gerbang masuk Pantai Parangtritis, aku tinggal terus saja mengikuti jalan ke arah Pantai Parangtritis yang memang cuma itu satu-satunya jalan utama. Ketika sampai di tempat parkir Pantai Parangtritis, terus saja ke arah timur dan mengikuti jalan menanjak. Sudah beberapa kali aku ke Pantai Parangtritis dan memang aku sering melihat jalan menanjak itu dari tempat parkir Pantai Parangtritis, hanya saja aku belum pernah mencoba melewatinya karena aku tidak tahu ada tempat keren diatas jalan menanjak itu.

Aku mengangsurkan uang sebesar dua belas ribu rupiah sebagai ongkos masuk untuk sebuah mobil dan tiga orang penumpangnya, kepada petugas penjaga gerbang Kawasan Pantai Parangtritis. “Kalau Parangendog itu dimana pak?“ tanyaku pada petugas bertopi itu. “Itu tempat untuk paralayang mbak, terus saja mengikuti jalan ini lalu ikuti jalan menanjak setelah Pantai Parangtritis, nanti Parangendog ada di ujung jalan yang paling jauh” jawab si bapak sambil menyerahkan karcis tanda masuk.

Begitu melewati Pantai Parangtritis di kanan jalan, mobil kami mulai tergopoh-gopoh menaiki tanjakan yang selama ini sering kulihat tapi belum pernah kujejaki ini. Jalan sempit yang hanya muat untuk dua mobil itu terus menanjak ke atas, disertai kelok-kelok lekukan jalan yang teduh dinaungi pohon-pohon. Setelah lama menanjak, aku menemukan papan petunjuk bertuliskan ‘paralayang’ disertai tanda panah ke arah kanan.

Jalan aspal yang masih terus menanjak tanpa bosan itu kutinggalkan, aku berbelok ke kanan menyusuri jalan berbatu yang datar. Hanya sebentar jalan itu mendatar, tak berapa lama kemudian jalan berbatu itu mulai menanjak dan jalanan yang kulalui semakin jelek dengan kubangan lumpur di beberapa tempat. Kuikuti sajalah kemana jalan ini akan membawaku.

Ketika aku mulai putus asa dengan jalan berbatu dan becek ini, aku melihat beberapa mobil dan banyak motor terparkir di depanku. Dan disitu pula aku menemukan spanduk bertuliskan ‘Paralayang WatuGupit’. Lha kok namanya WatuGupit? Bukan Parangendog? Mungkin namanya sudah diganti biar nggak bosan, pikirku waktu itu. Dan setelah berjalan kaki menanjak beberapa puluh anak tangga, aku menemukan pemandangan indah ini, Pantai Parangtritis yang terlihat sangat jauuuuh di bawah sana.

Sudah banyak orang disitu, duduk santai diatas tanah berbatu, menikmati laut luas dan semilir angin. Beberapa bule terlihat disana. Aku heran kenapa banyak bule bisa menemukan tempat terpencil ini sedangkan aku yang bisa dibilang penduduk lokal baru tahu kalau ada tempat sekeren ini disini.
Zita bergerak mendekati bule
Para bule itu terlihat asyik berfoto dengan gaya kayang, handstand, dan berbagai gaya ekstrim lainnya, padahal mereka berdiri di tanah yang miring, dan tidak ada pagar pengaman. Kalau sampai ngegelinding, habislah sudah, tanah berada jauuuh di bawah sana. Aku saja tidak berani berdiri jauh dari Zita, takut dia terpeleset dan terjun bebas ke bawah, apalagi angin di atas sini lumayan kencang. Hiii syerem deh tapi asik bikin deg-degan.
nih tanahnya miring dan berbatu, takut kalau Zita sampai terpeleset dan ngegelinding ke bawah, tidak ada pagar pengaman
Pandanganku berkeliling mencari puing-puing bangunan yang kulihat di internet, tempat orang duduk berongkang-ongkang kaki di ketinggian, tapi ternyata nihil, aku tidak menemukannya. Hanya tanah berbatu yang ada disekitarku. Dan sampai sekarangpun, aku belum tahu apakah WatuGupit ini sama dengan Parangendog, atau ada tempat lain dengan pemandangan sama, tempat dimana aku bisa duduk berongkang-ongkang kaki sambil menikmati Pantai Parangtritis yang berada jauuuh di bawah sana.



video
 Update 24 Juli 2017
Setelah aku kesini lagi untuk kedua kalinya, baru aku tahu kalau Parangendog itu tempat mendarat (landing) paralayang, sedangkan untuk take off dari Watu Gupit. Jadi yang ingin paralayang biasa mendaftar di Parangendog, baru kemudian diantar ke Watu Gupit untuk melakukan take off. Tidak setiap hari ada kegiatan paralayang disini karena kegiatan ini sangat ditentukan oleh keadaan angin. Angin yang baik untuk melakukan paralayang biasanya mulai bulan Desember (info dari petugas parkir) dan biaya paralayang sekitar 350 ribu.

Baca juga :  
- Gondola Ekstrim di Pantai Timang, Gunung Kidul
- Wisata Jogja : Pesona Puncak Kebun Buah Mangunan
- Wisata Jogja : Naik Rakit ke Air Terjun Sri Getuk
- de Mata Trick Eye Museum Jogja

Minggu, 05 Maret 2017

Sikidang, Melihat Kawah Tanpa Perlu Trekking, Wisata Dieng



Dieng, merupakan sebuah dataran tinggi di Jawa Tengah yang mempunyai banyak titik wisata, salah satu diantaranya yaitu Kawah Sikidang. Sebenarnya ada banyak kawah di Dataran Tinggi Dieng ini, namun Kawah Sikidang merupakan yang paling banyak dikunjungi karena paling mudah dicapai dengan kendaraan dan sedikit berjalan kaki.


Pada umumnya, sebuah kawah terletak di puncak gunung dan kita harus bersusah payah trekking untuk dapat mencapainya. Tetapi tidak demikian dengan kawah yang satu ini. Cukup berjalan kaki beberapa ratus meter di tanah yang mendatar (tidak perlu jalan menanjak), kita dapat menikmati pesona sebuah kawah.


Bahkan, dari tempat parkir kendaraan, asap putih kawah sudah terlihat jelas dan aroma belerang tercium menyengat hidung. Terdapat satu kawah utama yang sangat luas yang dikelilingi pagar pengaman, tetapi di sekitar kawah itu juga banyak kubangan-kubangan kecil berisi air mendidih yang kebanyakan digunakan penduduk setempat untuk merebus telur lalu kemudian dijual kepada para pengunjung.
 
tali-tali terjulur ini berisi telur yg direbus di kawah
Dengan membayar sebesar lima ribu rupiah, kita dapat berfoto menggunakan properti yang banyak disediakan oleh penduduk setempat, dengan latar belakang asap tebal kawah sikidang yang keren.




 
banyak lubang berisi air mendidih seperti ini disekitar kawah utama yg dijadikan tempat merebus telur. buat masak mie juga kayaknya bisa nih
 
bayar lima ribu untuk foto disini
 
bau!! tutup hidung!!




 video
Baca juga :