Jumat pagi, November 2014. Jam 5 subuh. Sebuah
Vitara abu-abu berlari kencang dari Magelang menuju Yogyakarta. Zita tertidur
pulas berselonjor kaki di kursi belakang. Adikku yang berada di belakang
kemudi, berkali-kali menguap menahan kantuk. Sedangkan aku, sibuk berbicara
dengan kakak ipar di telepon.
“Pesawatmu maju jadi jam 11 pagi. Jadi ntar
begitu mendarat di terminal 3, kamu langsung pindah ke terminal 2 ya” kata
kakak ipar di seberang telepon. Waduh, jadwal mendaratku di Jakarta adalah jam
8 pagi, terus aku sudah harus terbang lagi jam 11. Mepet sekali waktu yang aku
punya untuk pindah terminal. Sudah belasan kali aku nongkrong di CGK (Bandara
Soekarno Hatta), dan untuk pindah terminal itu ribet banget disana, saking
gedenya tuh bandara.
Sebenarnya tujuanku kali ini adalah Thailand,
dan aku akan terbang kesana bersama kakak ipar yang tinggal di Jakarta. Jadi
aku janjian sama kakak ipar di CGK.
Kembali ke Yogyakarta, akhirnya Vitara abu-abu
berhasil sampai di Bandara Adi Sucipto dengan selamat setelah satu jam ngebut
di jalan. Kukeluarkan ‘dua tiket’ yang kubeli kali ini. Ini adalah penerbangan
pertama untuk Zita di usianya yang ke-6 tahun. Semoga nanti dia tidak rewel di
pesawat dan minta turun. Sebelum masuk ke dalam pesawat, Zita masih bisa
tersenyum sambil berpose di depan pesawat. Tetapi begitu pesawat take-off,
perlahan-lahan wajahnya memucat. “Bunda, perutku sakit.” Hahaha. Ini biasa
terjadi untuk orang yang baru pertama kali terbang. Tapi kalo sudah biasa terbang
sih rasanya mulus semulus betis model-model papan atas.
Zita masih bisa tersenyum sebelum terbang |
Untuk menyingkat cerita biar tidak terlalu panjang,
akhirnya aku bertemu dengan kakak iparku di terminal 2 CGK. Dia mengangsurkan
dua amplop besar begitu melihatku tergopoh-gopoh berlari menghampirinya. “Ini
satu amplop berisi ringgit, buat jajan pas transit di Malaysia. Trus satunya
lagi berisi baht Thailand. Ntar pesawatku baru terbang abis maghrib, jadi kita baru bisa ketemu lagi di
hotel di Thailand jam 11 malam.”
Haduh, ini adalah penerbangan perdanaku ke luar
negeri. Aku belum sempat browsing cara terbang ke LN. Karena rencana aku
terbang bersama kakak, jadi aku serahkan semua urusan pada dia. Ternyata jadwal
terbang kami berbeda. Haduh, mampus deh gue. Ntar gimana ceritanya pas di
bandara Malaysia & Thailand ya? Belum lagi jadwal pulangku ternyata mundur,
yang tadinya rencana pulang hari minggu, ternyata pesawatku baru terbang dari
Thailand senin malam. Padahal gurunya Zita itu disiplin banget. Kalau Zita
ijinnya nambah 1 hari, pasti dimarahin nih. Hhhh… Tauk ah, gelap.
Sedikit Kisah tentang Ringgit
& Baht
Oh ya, ngomongin ringgit & baht, aku jadi
ingat pulang dari Thailand, pesawatku mendarat di Adi Sucipto jam 6 pagi.
Langsung ngebut sampe Magelang jam 7. Begitu sampai rumah, Zita langsung mandi
& berangkat sekolah. Aku tidak sempat nge-cek isi dompet, langsung tancap
gas nganter Zita sekolah. Ternyata bensin motor habis. Mampir di pom bensin,
pas buka dompet ternyata isinya masih ringgit & baht, tidak ada rupiah
selembar pun. Mampus deh gue. Petugas bensin mau nggak ya, aku bayar pake
ringgit. Hmm… setelah mencari di semua saku jaket, aku menemukan selembar
sepuluh rebu rupiah yang kucel. Syukurlah. Meskipun kucel, yang penting rupiah, bisa
buat bayar bensin di Indonesia. ^-^
Kembali ke CGK. Kesalahan pertama terjadi di
antrian imigrasi CGK. Pemegang paspor Indonesia yang harusnya antri di paling
pojok kanan, aku malah antri di pojok kiri yang paling dekat dengan pintu
masuk. “Mbak, lain kali antrinya di sebelah kanan ya” kata petugas imigrasi
“sebelah sini khusus untuk WNA” katanya lagi sambil menghantam halaman pasporku dengan
stempel. Cetok. Akhirnya lembaran kosong pasporku ada isinya juga.
Tips
bepergian ke luar negeri
Kali ini kita ngomongin tentang cap paspor
sebentar ya. Aku pernah dengar cerita dari temanku yang terbang ke Hongkong.
Dia tertahan di bandara Hongkong. Masalahnya sebenarnya sepele. Dia terbang
tanggal 9 dan mendarat tanggal 9 juga, tetapi cap di paspornya tanggal 10.
Mungkin karena petugas imigrasi di CGK sedang lelah, sehingga salah ngasi cap yang seharusnya tanggal 9 malah dikasi yang tulisannya tanggal 10. Nah, jelas aja petugas imigrasi bandara Hongkong bingung, ini masih tanggal 9, kok cap departure-nya tanggal 10? Apa dia datang dari masa depan?
Akhirnya temanku itu baru bisa keluar dari bandara Hongkong setelah menghubungi KBRI setempat dan kemudian dijemput oleh petugas KBRI . Tips nih bagi yang bepergian ke LN, periksa dahulu cap di paspor sebelum kamu meninggalkan meja imigrasi, soalnya aku termasuk yang nggak pernah merhatiin cap paspor, begitu di cap, ya paspor langsung aku masukin tas tanpa kuteliti dahulu. Tips ke-2. Simpan nomer telepon KBRI negara tujuan, siapa tahu ada masalah sama paspor atau visa kamu, biar ada yang bantuin. Beruntunglah aku mempunyai 2 sahabat yang bekerja di Kemenlu, jadi kalau ada masalah ketika aku berada di LN, tinggal hubungi sahabatku itu, Murni & Firma, masalah dijamin beres. Betul nggak Murni? ^-^
Akhirnya temanku itu baru bisa keluar dari bandara Hongkong setelah menghubungi KBRI setempat dan kemudian dijemput oleh petugas KBRI . Tips nih bagi yang bepergian ke LN, periksa dahulu cap di paspor sebelum kamu meninggalkan meja imigrasi, soalnya aku termasuk yang nggak pernah merhatiin cap paspor, begitu di cap, ya paspor langsung aku masukin tas tanpa kuteliti dahulu. Tips ke-2. Simpan nomer telepon KBRI negara tujuan, siapa tahu ada masalah sama paspor atau visa kamu, biar ada yang bantuin. Beruntunglah aku mempunyai 2 sahabat yang bekerja di Kemenlu, jadi kalau ada masalah ketika aku berada di LN, tinggal hubungi sahabatku itu, Murni & Firma, masalah dijamin beres. Betul nggak Murni? ^-^
Pengalaman
naek MH
Kembali lagi ke hari keberangkatanku ke
Thailand. Aku sudah duduk di dalam pesawat MH710 menuju Kuala Lumpur, sambil
merinding mengingat beberapa bulan yang lalu, dua pesawat MH mengalami
kecelakaan yaitu MH370 yang hilang bulan maret, dan MH17 yang dibom bulan juli. Semoga MH yang kunaiki kali ini aman dan selamat sampai tujuan.
Pesawatku mulai bergerak menuju ujung landasan.
Di depanku, sudah ada 7 pesawat yang mengantri untuk take-off. Bandara CGK ini
memang terkenal sibuk, dan pernah masuk kedalam 10 bandara tersibuk di dunia,
sampai mau take-off aja pake antri dulu.
Lain cerita kalo di bandara Jogja, biasa antri
landing. Pesawat muter-muter dulu di atas bandara, karena gantian landing sama
pesawat lain. Trus pas ngambil bagasi, kayak rebutan sembako murah karena satu
baggage conveyor kadang untuk tiga penerbangan sekaligus. Pernah juga aku
nunggu lama di dalam pesawat di pojok bandara setelah landing, gara-gara nggak
kebagian tempat parkir pesawat. Semoga bandara Jogja bisa segera memperluas
wilayahnya.
Kembali kedalam pesawat MH, penjelasan mengenai
tata cara safety di pesawat ini, dibacakan dalam 3 bahasa yaitu English,
Melayu, dan Arab.
tiket MH-ku |
“Kita
telah mendarat di Kuala Lumpur International Airport. Kepada para pelawat, kami
ucapkan selamat datang, dan kepada para warga negara, kami ucapkan selamat
pulang kembali ke tanah air” begitulah pengumuman dari pramugari ketika pesawat
sudah landing di wilayah Malaysia.
Begitu
mendarat, aku langsung mencari gate H6 yang ternyata jauhnya minta ampun.
Untung di KLIA (Kuala Lumpur International Airport) ini disediakan conveyor
belt yang super panjang, dari ujung bandara ke ujung satunya lagi, sehingga
Zita yang biasanya rewel kalau diajak jalan jauh, kali ini dengan senang hati
berdiri di atas conveyor belt menuju gate H6.
Ngobrol sama petugas bandara bikin
ngakak
Sampai
di dekat gate H6, kami duduk sebentar untuk beristirahat. Zita berjalan agak
menjauh dariku, menuju taman mungil yang tersusun dari tanaman plastik.
Kebetulan saat itu ada petugas bandara yang lewat, kemudian mendekati Zita, dia
seorang pria dan masih muda. Petugas bandara itu tersenyum ramah dan mengajak
Zita ngobrol pake bahasa Arab! Bayangkan, BAHASA ARAB! Zita hanya
terbengong-bengong melihatnya, mungkin Zita pikir ngapain nih orang tiba-tiba
ngaji disini. Hihihi. Aku saja nggak ngerti pria itu ngomong apa, apalagi Zita.
Karena Zita tidak merespon, pria itu beralih bahasa, kali ini pakai English,
masih dengan senyum lebarnya. “Hi little girl. Where are you come from?” Zita
masih terbengong-bengong nggak ngerti karena Zita baru belajar one two three four five untuk bahasa Inggris. Akhirnya petugas bandara itu menyerah,
sambil memasang muka cemberut karena dicuekin Zita, dia beranjak hendak pergi.
Bwahahahaha. Wakakakakak. Aku ngakak melihatnya, sambil mendekat ke arah mereka
berdua. “Sorry, she don’t understand what you're talking about. We are from
Indonesia” kataku menjelaskan. “Owh, Indonesia!” Akhirnya si pria lucu itu
kembali memasang senyum lebar di wajahnya, sambil nyerocos pake bahasa Malaysia.
Nah, dari tadi kek ngomong pake bahasa Malaysia, Zita kan malah ngerti tuh,
soalnya Zita sering niruin omongannya Upin Ipin. Aku pun dengan senang hati
meladeni obrolannya pake bahasa Indonesia.
Zita di sebelah MH794 yang akan membawanya ke Thailand |
Pilot
yang ramah
Kami sudah berada di dalam garbarata (avio
grade), berjalan menuju MH794 yang sudah menanti di depan. Ketika hendak masuk
melalui pintu pesawat, aku lihat bagian depan pesawat dimana sang pilot duduk,
berada dekat sekali menempel dengan garbarata. “Zita! Tuh pilotnya! Pengen liat
nggak?” Dengan antusias Zita menempelkan wajahnya ke kaca untuk melihat si pilot. Si
pilot yang juga sedang memandang Zita, melambaikan tangan dengan senyum lebar
di wajahnya. Dan ternyata, 4 hari kemudian ketika kami pulang dari Thailand
menuju Malaysia, pilot ini juga yang menerbangkan pesawat kami. Dia bahkan
masih ingat pada kami. Ketika kami berjalan beriringan di dalam garbarata
sepulang dari Thailand, pilot itu menyapa kami. “Hi. We meet again.” Bahkan
sampai sekarang aku masih ingat namanya. Muhammad Ismail. Bagi yang kebetulan
terbang naik MH dan di piloti oleh Bapak Muhammad Ismail ini, nitip salam yaa…
Indahnya
kepulauan di atas Perairan Andaman
Salah satu tempat tujuan kami di Thailand
adalah Maya Bay yang terletak di Phi Phi Islands, yang merupakan tempat syuting
film The Beach yang dibintangi Leonardo DiCaprio. Sebelum terbang ke Thailand,
tentu aku sudah menonton dulu film The Beach ini. Dalam film, Phi Phi Island
yang terletak di Perairan Andaman terlihat indah bila dilihat dari udara. Dan aku
melihatnya sendiri ketika sudah hampir sampai di Bandara Phuket. Kami seperti
terbang rendah di atas kepulauan itu. Kepulauan berwarna hijau di tengah perairan
yang berwarna biru jernih.
Memang sih, di Indonesia juga banyak
pemandangan indah seperti ini. Senang rasanya bisa tinggal di negara kepulauan
seperti Indonesia ini, dimana keindahan alam tesebar di semua tempat. Temanku
ada yang bercerita betapa indahnya pemandangan dari atas ketika dia terbang ke
Lombok. Ada juga yang cerita tentang indahnya Raja Ampat dilihat dari udara.
Kalau aku sih, paling cuma pernah terbang di atas Kepulauan Seribu, dan
Kepulauan Seribu pun sangat cantik bila dilihat dari atas.
Petugas
bandara yang bikin pusing
Mendarat di Bandara Phuket yang berkode HKT,
kami disambut oleh tulisan Thailand yang berbentuk ‘abugida’ di seluruh sudut
bandara. Abugida ini bentuknya sangat unik, mirip tulisan jawa ‘hanacaraka’
yang banyak bertebaran di Yogyakarta.
Aku dan Zita mengantri di bagian imigrasi.
Sementara berbaris, ada petugas bandara mendekatiku. Dia menunjuk incoming card
ditanganku, yang tadi dibagikan di bandara Malaysia. Aku menyerahkan incoming
cardku untuk diperiksa.
Sampai di antrian terdepan, petugas imigrasi
berbicara padaku. “Thami chiwphaph khxng khea mi di tem pi dwy” begitu
kira-kira kata petugas imigrasi. Aku diam saja karena memang sama sekali tidak
mengerti apa yang dia bicarakan. Dengan tidak sabar, petugas itu menarik
tanganku ke depan sambil meneliti isi pasporku. “Thami phaph thi taek tang kan”
orang itu berbicara lagi dalam bahasa Thailand. Aaaaarrggghh….., pliss deh,
emangnya disini nggak ada yang bisa bahasa Inggris apa? Emang sih, Englishku
juga masih belepotan, tapi lumayan lah daripada bahasa Thailand yang sama
sekali aku nggak ngerti. Akhirnya petugas itu menggunakan bahasa tubuh alias
bahasa tarzan. Tangannya mempraktekkan orang yang sedang memegang kamera untuk
mengambil foto. Ohh.. aku langsung paham kalau aku disuruh foto untuk mengisi
data. Ngomong dong dari tadi. Langsung aku berdiri di depan kamera sambil
tersenyum lebar. Ciiiss…
Sampai di luar bandara pun, aku masih mengalami
gegar bahasa, karena aku dijemput oleh supir yang orang asli Thailand, dan dia
kurang lancar berbahasa Inggris. Hehehe, sesama orang yang nggak begitu jago
English, udah deh mending aku diem aja, sambil menikmati pemandangan kota
Phuket Thailand.
iklan-iklan di pinggir jalan pun menggunakan huruf Thailand, nggak ngerti bacanya gimana |
bahkan plat mobil juga menggunakan huruf Thailand, bukan abjad alphabet seperti di Indonesia |
Nantikan kelanjutan cerita kami di Thailand
yang nggak kalah seru di postingan berikutnya ya…
Baca juga :
- Maya Bay, Phi Phi Island
- Yang Unik di Thailand
- Ada Apa Saja di Phuket?
- Tempat Wisata di Bali
Baca juga :
- Maya Bay, Phi Phi Island
- Yang Unik di Thailand
- Ada Apa Saja di Phuket?
- Tempat Wisata di Bali
yahh memang sih karena di thailand bahasanya memang seperti itu, dan hurufnya juga pake huruf abugida.. pertama kali lihat dan dengar bahasa thailand itu rasanya aneh, tapi lama kelamaan jadi terbiasa karena aku suka dengan film thailand dan otomatis jadi terbiasa mendengar bahasa thailand.. hehe
BalasHapus