16 Juni 2015. Jam 1 siang.
Gila nih. Gerah banget. Aku sedang
berdiri di depan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, dengan memakai jaket dobel,
syal, tutup kepala, kaos tangan, kaos kaki tebal, dan sepatu boot. Pokoknya
serba tertutup deh. Tentu saja orang-orang disekitarku menatapku dengan aneh.
Mungkin mereka pikir aku gila, berpakaian tebal di tengah cuaca yang panas
menyengat seperti ini.
Bulan Juni merupakan puncaknya musim
panas kalau di Indonesia. Sebaliknya, di Benua Australia, bulan Juni merupakan
puncaknya musim dingin. Dan kesanalah aku akan pergi. Itu sebabnya aku
berpakaian norak seperti ini, untuk menghadapi dinginnya Sydney yg saat ini
temperaturnya hanya 3⁰C. Bahkan bisa sampai minus di pagi
hari di tempat2 tertentu.
Aku tidak bisa membayangkan, dingin
macam apa yg akan kuhadapi nanti? Naik bis malam AC yg dinginnya 19⁰C
saja aku sudah kedinginan, tidak bisa tidur nyenyak meskipun selimut sudah
kutarik sampai menutupi dagu. Bagaimana dengan 3⁰C?
Pesawatku terbang ke Malaysia jam 5
sore, jadi masih 4 jam lagi aku harus menahan gerah di sekujur tubuhku ini.
Jam 3.30 aku dan Zita mulai check-in.
Aku celingak celinguk mencari bagian imigrasi. Beberapa kali aku terbang dari
bandara ini, tapi belom pernah melihat bagian imigrasi karena penerbanganku
selalu domestik. Kalo ruang tunggu domestik terletak di sebelah kanan, maka
ruang tunggu internasional berada di sebelah kiri. Bagian imigrasi bandara Adi
Sucipto tidak seluas di CGK. Apalagi ruang tunggu internasionalnya, hanya
berupa ruangan yg kecil.
Jam 5 sore, pesawatku terbang ke
utara. Karena aku duduk di sayap sebelah kiri, pemandangan indah sunset
tertangkap oleh mataku. Lampu raksasa berbentuk bola berwarna kuning yg sering
kita sebut matahari, perlahan hilang di kejauhan. Indah sekali bila dilihat
dari angkasa. Menyisakan langit yg mulai memburam kemudian menghitam.
Jam 8 malam. “Kita telah mendarat di
Kuala Lumpur International Airport. Kepada para pelawat, kami ucapkan selamat
datang, dan kepada para warga negara, kami ucapkan selamat pulang kembali ke
tanah air” kata-kata sambutan dari pramugari persis sama ketika aku mendarat di
Malaysia 8 bulan yg lalu.
Salah mengucap huruf Q di Malaysia
KLIA kali ini berbeda dgn KLIA yg aku singgahi
8 bulan yg lalu. Mungkin karena aku mendarat di terminal yg lain. Kalo dulu
tempatnya lebih sederhana, hanya berupa selasar yg memanjang jauh. Tetapi kali
ini, tempatnya lebih njlimet, banyak belokan yg harus aku lewati. Dengan susah
payah aku mencari gate Q14, tempat pesawatku selanjutnya akan tinggal landas.
“Dimana gerbang Q14?” tanyaku pada petugas bandara dgn bahasa Indonesia. Bahasa
Malaysia mirip bahasa Indonesia ini, pasti mereka ngerti. Ternyata… orang di
depanku itu hanya terbengong-bengong melihatku. Waduh, apa aku harus pake
English ya? Kemudian aku menyodorkan tiketku padanya. “Owh… kyu 14” jawabnya. Ternyata
huruf Q yang aku baca ‘ki’, di Malaysia dibaca ‘kyu’.
Belanja pake Rupiah di Malaysia
Sepanjang perjalanan menuju gate Q14,
banyak penjual minuman aku lewati. “Bunda, aku haus” kata Zita. Waduh, di dompetku
cuma ada uang rupiah & dolar Australia. Aku lupa menyiapkan ringgit
Malaysia karena aku cuma transit sebentar. Kuberanikan diri memasuki salah satu
gerai, & mengambil sebotol air mineral. “Boleh bayar pake rupiah nggak?”
tanyaku mengiba pada penjual minuman. Si mbak penjaga toko berpikir sebentar,
kemudian menjawab “bolehlah”. Aku mengangsurkan uang lima puluh ribu rupiah,
& si mbak penjual memberi kembalian pake ringgit. Entah berapa kembaliannya
tidak aku hitung, karena aku memang belum belajar cara menghitung uang ringgit.
“Gimana cara si mbak ngitung kurs ya?” pikirku sambil kembali berjalan menuju
gate Q14.
Sampai di ruang tunggu, aku menunggu
pesawat yg akan terbang jam 11 malam & membawaku ke Sydney. Besok pagi,
jadwalku mendarat di Sydney adalah jam 10 pagi. Sedangkan jadwal terima rapot
Zita adalah jam 8 pagi. Jadi Zita masih di udara ketika teman-temannya terima
rapot di dalam kelas.
Aku janjian sama si ayah yg terbang
dari Adelaide jam 8 pagi & mendarat di Sydney jam 10 sama seperti
pesawatku. Jangan2 ntar pesawat kami ketemu di udara nih. Hihihi. Nggak mungkin
banget ya, secara aku terbang dari arah utara sedangkan si ayah dari arah
barat.
Pesawat Jumbo
Pukul 10.30 malam, aku sudah berada di
dalam garbarata. Di ujung lorong, terlihatlah pesawat yg akan membawaku ke
Sydney. “Wow, besar banget nih pesawat, lebih besar dari pesawat2 yg pernah
kunaiki sebelumnya” pikirku sambil terkagum-kagum melihat pesawat berjenis
Airbus yg super besar itu.
Aku biasa naik pesawat dengan
kapasitas 150 orang. Sedangkan pesawat di depanku ini mempunyai kapasitas
sampai 400 orang. Jumbo sekali ukurannya. Meskipun dari luar terlihat besar,
ternyata di dalam, jarak antar tempat duduk sangat sempit. Padahal isi pesawat
sebagian besar bule yg mempunyai kaki panjang, sehingga lutut mereka mpe
kepentok kursi di depannya.
Untuk take off, pesawat ini
membutuhkan waktu yg lebih lama dari pesawat2 yg pernah kunaiki sebelumnya, yg
artinya, membutuhkan landasan yg sangat panjang. Aku sampai dag dig dug,
jangan2 pesawat ini tidak bisa terbang saking besarnya. “Kenapa roda pesawat
masih menyentuh tanah ya? Padahal pesawat sudah tancap gas dari tadi. Biasanya
cuma beberapa detik ngebut, pesawat sudah langsung naik” pikirku. Beberapa saat
kemudian, perutku rasanya naik turun, pertanda pesawat sudah tidak menyentuh
tanah lagi. Lega rasanya. Take off berhasil.
Selama satu jam pertama penerbangan,
kabin pesawat masih terang benderang. Ketika para penumpang sudah mulai
mengantuk, terdengar pengumuman dari pramugari “Lampu akan dimalamkan. Bagi
anda yg membutuhkan penerangan, gunakan lampu baca di atas anda”.
Hahaha. Aku tersenyum mendengar kata
“dimalamkan” yg artinya dimatikan atau dipadamkan. Bahasa Malaysia ini memang
lucu, pikirku sambil mencari posisi tidur yg nyaman.
Indahnya Southern Stars
Aku terjaga setelah beberapa lama
tertidur. Ternyata gelap masih menyelimutiku. Hanya cahaya remang2 yg tampak.
Tempat dudukku berada di sayap kiri pesawat, tepat di sebelah jendela. Aku
memandang keluar jendela. Ya Tuhan. Banyak sekali bintang di langit. Aku belum
pernah melihat bintang sebanyak ini. Ada jutaan, bahkan mungkin ribuan trilyun.
Hihihi. Lebay deh. Pantas saja temanku menulis pengalamannya selama berada di
Australia ke dalam bentuk buku, & bukunya itu diberi judul Southern Stars.
Mungkin dia terinspirasi oleh banyaknya bintang di langit Australia ini. Entah
bagaimana bisa langit Australia mempunyai bintang sebanyak ini. (maaf ya fotonya nggak ada, ntar liat sendiri aja deh kalo pas terbang ke Sydney ya).
Dan setelah kuingat-ingat, di bendera
Australia juga ada banyak gambar bintang, lebih tepatnya ada enam gambar
bintang, yg melambangkan enam negara bagian. Tetapi selain itu, mungkin juga
Australia ingin memperlihatkan kalau langit mereka kaya akan bintang kan? Hhmm.
Aku menarik kesimpulan asal saja.
Kalo kamu terbang ke Sydney, pasanglah
alarm supaya bisa bangun di malam hari. Sayang sekali kalo kamu tidak sempat
menikmati keindahan bintang2 yg begitu banyak ini.
Mataku tidak bisa terpejam melihat
banyaknya bintang2 di luar. Tanpa terasa, warna hitam malam perlahan-lahan
berubah menjadi biru tua di sebelah bawah. Kemudian warna biru tua itu semakin
naik, dan digantikan oleh warna biru muda di bawahnya. Setelah biru muda,
disusul kemudian oleh warna oranye. Ternyata matahari akan segera terbit.
Aku duduk di sebelah sayap bagian
kiri, sedangkan pesawatku ini melaju ke arah selatan, sehingga aku bisa menikmati
matahari terbit di kejauhan. Entah pemandangan macam apa yg ada di sayap kanan.
Mungkin daratan Australia sudah tampak dari deretan bangku penumpang sebelah
kanan. Sedangkan kalo di sebelah kiri, hanya air yg tampak, jauh membentang
tanpa batas, Samudra Pasifik yg maha luas. Kasian deh yg duduk di tengah, nggak
kebagian jendela.
Proses landing yang lama
Jam 9 pagi. “Landing position” kata
sang pilot memberi pengumuman, padahal jadwal mendarat masih satu jam lagi.
Dengan serentak semua penumpang kembali ke tempat duduk mereka, menutup bagasi
kabin, melipat meja makan, menegakkan kursi, memasang seat belt, mematikan
semua peralatan elektronik, & membuka tirai jendela. Ritual khas kalo
pesawat mau mendarat.
Pesawat kami memang perlahan-lahan
mulai turun. Awan datang bergulung-gulung seperti ombak di sebelah kiriku.
Pesawat yg tadinya tenang seperti diam ditempat, kini mulai bergetar-getar
pelan pertanda sedang menembus awan.
Begitu turun menembus awan, ternyata
di bawah kami masih ada gumpalan awan lain. “Gila nih, terbang sampai ke langit
lapis berapa nih, di bawah awan masih ada awan lagi” pikirku sambil sedikit
takut membayangkan begitu tinggi kami terbang.
Biasanya, pada penerbangan domestik yg
sering aku tumpangi, begitu turun menembus awan, dibawah langsung terlihat
pohon2 & rumah2 meskipun masih dalam ukuran mini karena masih jauh. Tetapi
kali ini, setelah menembus awan berlapis-lapis, barulah daratan di bawah mulai
terlihat.
6.608
km
Setelah satu jam lamanya pesawat turun
& terus turun tapi nggak nyampe2 daratan juga, saking tingginya nih pesawat
mengangkasa, kami landing dgn mulus. Landasan di bandara Sydney ini persis sama
dgn bandara Ngurah Rai di Bali, yaitu membentuk jetty & menjorok ke laut.
Jadi ketika mendarat, kita seperti hendak tercebur ke laut.
Akhirnya… aku mendarat di Sydney,
setelah menempuh penerbangan sejauh 6.608 km, dgn kecepatan rata-rata
800km/jam.
Aku melihat ke luar jendela. Banyak
pesawat lain yg parkir di sekitar pesawatku. Ada Qantas, Virgin, Jetstar,
Emirates, British Airways, Cathay Pasific, Etihad Airways, United Airlines,
Lufthansa, Singapore Airlines, Malaysia Airlines, & pesawat2 lain dgn
berbagai nama yg keren & bendera berbagai negara. Tidak hanya Garuda,
AirAsia, Lion, Sriwijaya, Citylink, yg sering kulihat pada penerbangan
domestik.
Di bagian imigrasi, ada ratusan bule
sejauh mata memandang. Aku celingak celinguk mencari paspor bergambar Garuda di
sekitarku. Nihil. Tidak ada orang Indonesia disini. Aku sendirian. Semoga
urusanku lancar sampai keluar bandara nanti & bertemu si ayah di luar
bandara.
Selama di Ausie, kami menginap di Sydney, Melbourne, Kangaroo Island, dan Adelaide. Jadi… masih banyak kisah seru ttg Ozy di postingan selanjutnya… stei
cun.
Baca juga :
- Minum Air Cebokan di Sydney
- tentang Melbourne
- Great Ocean Road
- tentang Adelaide
Di malaysia lagi heboh nih: 6000 orang dipecat gara-gara tidur dihanggar di jam kerja (klik untuk berita lengkap)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusWah enak banget kalo bisa beli pakai rupiah :D ga perlu repot repot nukerkan dulu hehehe
BalasHapusdi Malaysia emang banyak toko yang memperbolehkan pembelinya bayar pake rupiah, tapi ya itu, kurs-nya dinaikin, jadi kalo pake rupiah harganya lebih mahal ^_^
HapusWah ya itu yang jadi agak maslaah :D hehe. mending tuker aja dulu deh hehe :D
Hapuswahh sepertinya melihat bintang di atas langit benar-benar indah..
BalasHapus