Selama ini, aku selalu
memasuki wilayah negara lain melalui udara, yaitu mengantre imigrasi di
bandara. Aku jadi penasaran, seperti apa ya kalau menyeberang perbatasan lewat
darat?
Pada perjalanan kali ini, aku berkesempatan
menyeberang perbatasan lewat jalur darat, yaitu keluar dari wilayah Singapore
dan masuk ke wilayah Malaysia.
Aku menjadi penumpang sebuah
travel Singapore-Melaka bersama 15 orang penumpang lainnya. Tiba di perbatasan
Singapore, aku disuruh turun dari travel bersama penumpang lainnya. “Bawa
paspor aja” kata si supir yang orang asli Johor.
Turun dari travel, aku ikut
berbaur dengan keramaian orang-orang yang masuk ke gedung imigrasi Singapore di
lantai atas. Meskipun loket yang tersedia cukup banyak, tapi antrian tetap
memanjang. Banyak sekali orang yang melintas perbatasan ini. Mungkin mereka
adalah orang Malaysia yang bekerja di Singapore. Dan mungkin juga karena biaya
hidup di Singapore lebih mahal, mereka lebih memilih tinggal di Malaysia dan
setiap hari pulang pergi melintas perbatasan negara. Wah, baru bikin paspor
sebulan, pasti dah langsung penuh cap ya karena tiap hari menyeberang
perbatasan negara. ^-^
Banyak juga nih, turis yang
terbangnya ke Changi, tapi lebih milih menginap di Johor, jadi menambah panjang
antrian imigrasi yang sudah panjang.
Seperti biasa, untuk keluar
dari sebuah negara, tidak banyak pertanyaan dari petugas imigrasi. Berbeda
kalau kita hendak masuk ke sebuah negara, pasti pertanyaan “mau ngapain disini,
berapa hari, tinggal dimana, dsb” selalu terlontar dari mulut petugas imigrasi.
Di gerbang keluar Singapore
ini, aku cukup memperlihatkan paspor, dan disuruh mengumpulkan incoming card
yang aku terima ketika mendarat di Changi sehari sebelumnya. Ternyata incoming
card itu sudah tidak ada di dalam pasporku. Waduh, hilang dimana ya. Karena
tidak bisa mengumpulkan incoming card, aku diomelin sama petugas imigrasi. Tetapi
akhirnya, tanpa banyak pertanyaan lagi, aku melenggang santai keluar dari pintu
imigrasi Singapore, turun ke lantai bawah, dan kembali masuk ke dalam travel,
untuk kemudian meneruskan perjalanan menuju gerbang masuk Malaysia di ujung
jembatan.
Baru naik kendaraan beberapa
menit, aku sudah harus turun lagi untuk mengantri di imigrasi Malaysia. Untuk
antrian kendaraan kecil (mobil pribadi) berada di jalur jalan sebelah kiri,
sedangkan untuk travel, bus, dan kendaraan umum lainnya, berada di jalur jalan
sebelah kanan.
Masuk Malaysia, selain harus
membawa paspor, aku juga harus membawa koper dan semua barang yang aku bawa
dari Indonesia untuk diperiksa. Aku masuk lagi ke dalam keramaian orang yang
menuju lantai atas gedung imigrasi Malaysia sambil menyeret koper besar yang
aku bawa. Sampai di meja imigrasi, seperti yang sudah kuduga sebelumnya, banyak
pertanyaan keluar dari mulut petugas imigrasi. Aku menjawab semua pertanyaan
dengan lancar karena sudah mempersiapkan jawaban, baik menggunakan bahasa
Indonesia, bahasa Malaysia, maupun bahasa Inggris. Semua jawaban dengan
berbagai macam bahasa sudah aku persiapkan sebelumnya.
Incoming card Malaysia lewat
jalur darat ini ternyata bentuknya adalah stiker dan ditempel di lembaran
paspor, sehingga tidak akan mungkin aku hilangkan seperti incoming card
Singapore sebelumnya. Nantinya, stiker yang ditempel di paspor ini akan disobek
di imigrasi ketika aku keluar dari Malaysia.
Untuk masuk ke sebuah negara,
seperti biasa barang bawaan harus melewati sensor terlebih dahulu. Karena tidak
membawa barang terlarang, koper dan ranselku berhasil lolos dengan aman. Aku
kembali menyeret koper dan ransel, turun ke lantai bawah, kemudian masuk
kembali ke dalam travel.
Hhhh, ternyata repot sekali
menyeberang perbatasan negara lewat darat, harus gotong-gotong koper kesana
kemari. Kenapa ya, bukan petugasnya saja yang nyamperin kita dan meriksa paspor
serta interogasi di kendaraan. *_*
“Mas. Bang. Pak supir nggak
ikut ngantri di imigrasi?” tanyaku pada supir travel yang terlihat masih muda.
Aku bingung mau menyapa si supir pake sebutan mas, bang, atau pak. Di Malaysia
kayaknya kalo manggil orang pake sebutan pak cik ya. “Sudah tadi di bawah,
sekalian diperiksa kendaraannya sama petugas perbatasan” jawab si supir. “Wah
asyik ya, sering melintas perbatasan Singapore-Malaysia.” “Kadang sehari malah
bisa ke tiga negara sekaligus, sampai Thailand” jawabnya lagi. “Wah, keren
dong, bisa breakfast di Singapore, lunch di Malaysia, dinner-nya di Thailand.
Trus tiap melintas perbatasan gini, paspornya selalu di cap juga? Berarti
paspornya penuh nih, nggak kayak pasporku, masih banyak yang kosong.”
Welcome to Malaysia
Keluar dari Singapore lewat
Woodland checkpoint, aku memasuki wilayah Johor Bahru di Malaysia. Beberapa
saat setelah memasuki wilayah Malaysia, kendaraan kami beristirahat di tempat
bertuliskan ‘tempat berkumpul semasa kecemasan’. Entah tempat apa ini. Mungkin
kalau ada gempa, bencana, atau kejadian darurat lainnya, semua orang berkumpul
disini, karena ‘pintu darurat’ kalau di Malaysia judulnya ‘pintu kecemasan’.
Melaka
Kita tinggalkan urusan
perbatasan negara ini. Selanjutnya, mari kita menuju Melaka, sekitar 4-5 jam
perjalanan dari perbatasan. Ada apa saja di Melaka? Ini dia foto-fotonya.
Semua bus pariwisata di
Malaysia bertuliskan ‘bas persiaran’ berasal dari kata ‘pesiar’. Tadinya aku
kira ini bis untuk siaran televisi ataupun radio.
Bas Persiaran = Bus Pariwisata kalau di Indonesia |
bule 'ngamen' dg membuat gelembung2 balon gede2 bgt |
Teh Ais kalo di Indonesia es teh kali ya? |
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus