Aku mendarat di Bandara
Fatmawati Bengkulu, satu jam sebelum tengah malam. Seperti biasa, kegiatan
pertama yang kulakukan begitu turun dari pesawat adalah menyalakan handphone.
Ting. Ada pesan masuk dari si ayah. “Aku lagi di Kepahiang, dua jam perjalanan
dari Bengkulu. Jalan antarkota di Sumatera rawan kalau malam hari, sepi dan
serem, nggak seperti jalanan di Pulau Jawa yang selalu ramai, jadi kamu nginep
aja dulu di Bengkulu, ntar biar dijemput sopirku namanya Aga”.
Tidak berapa lama
kemudian, ting. Ada pesan baru masuk. “Selamat malam, saya Aga, yang disuruh
jemput mbak Tyas. Saya sudah di depan pintu kedatangan, pakai kaos hitam dan
celana pendek”.
Hmm, udah lama nih aku
nggak janjian sama cowok, jadi deg-deg-an. Tengah malam pula, di tempat asing
yang baru kali ini kudatangi, nggak kenal siapa-siapa, membuat gelisah dan
gundah gulana. Singkat cerita, akhirnya aku bertemu dengan si Aga dan langsung
diboyong ke Hotel Pasir Putih Resort.
Baru tidur beberapa saat,
belum sempat mimpi, aku sudah harus bangun dan bersiap-siap karena si Aga mau
menjemputku lagi, kali ini aku hendak dibawa ke Kepahiang. Pasrah deh,
kemanapun kamu akan membawaku.
Jam enam berangkat dari
Bengkulu, dengan berjalan santai melewati jalanan berliku, naik turun, kanan
kiri hutan, akhirnya aku sampai Kepahiang jam delapan karena jalan banyak yang
rusak sehingga mobil tidak bisa ngebut. Bukan hanya jalan yang jelek, ternyata
sinyal disinipun juga jelek. Huhu, jadi nggak bisa update status.
Jam sembilan pagi, aku
kembali berangkat, kali ini ke arah Lubuk Linggau Sumsel, bersama sopir yang
lain lagi, bernama mas Edy. Kalau Aga orang asli Bengkulu, maka mas Edy ini
asli Kepahiang. Saatnya mengucapkan salam perpisahan pada Aga. Ternyata, dua
hari kemudian aku ketemu Aga lagi, yaitu ketika aku menjelajah rumah
pengasingan Bung Karno di Bengkulu, ternyata Aga juga sedang mengantar turis
laen dari Jakarta. Tapi ntar cerita ini di halaman berikutnya saja ya. Kita
ngomongin Lubuk Linggau dulu yuk ah.
Dari Kabupaten Kepahiang,
kami masuk wilayah Curup, yang merupakan ibukota Kabupaten Rejang Lebong.
Selama melintasi jalan Curup, di kanan kiri jalan raya berjejer rumah-rumah tua
yang terdiri dari dua lantai, terbuat dari papan-papan kayu dengan banyak
sekali jendela yang mengelilingi rumah, dengan tangga menuju lantai dua yang
terdapat di samping rumah (di bagian luar rumah).
Tidak berapa lama, aku
sampai di perbatasan antara Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan.
Tugu perbatasannya tidak semegah perbatasan antar provinsi di Pulau Jawa.
Begitu melewati batas provinsi, berarti aku sudah masuk wilayah Lubuk Linggau.
Secara keseluruhan, jalan
raya Kepahiang – Lubuk Linggau lebih mulus daripada jalan raya Bengkulu –
Kepahiang. Kata penduduk lokal sih karena Gubernur Bengkulu saat ini berasal
dari Lubuk Linggau, makanya jalan ke Lubuk Linggau terawat.
Lubuk Linggau, terkenal
karena dilewati oleh jalan raya lintas Sumatera. Jadi nih katanya, kalau ada
bus jurusan Jakarta – Medan, biasanya lewat jalan ini, jalannya luruuus
membelah tengah Pulau Sumatera dari atas ke bawah. Aku jadi penasaran pengen
nyobain bus jurusan Jakarta – Medan yang katanya berjalan selama tiga hari baru
sampai tempat tujuan, dan melintasi tidak kurang dari tujuh provinsi.
Tujuan utamaku ke Lubuk
Linggau adalah mengunjungi Air Terjun Temam. Untuk dapat sampai ketempat ini,
aku sempat melewati Bandara Silampari yang berada di Lubuk Linggau. Bandara ini
sekarang sudah melayani penerbangan ke Jakarta, sehingga warga Lubuk Linggau
tidak perlu ke Bengkulu terlebih dahulu jika ingin terbang ke Jakarta.
dan, inilah dia Air
Terjun Temam
Aku tertarik pada air
terjun ini setelah membaca tulisan tentang Niagara mini yang ada di Sumsel,
bernama Air Terjun Temam. Tidak begitu sulit menemukan air terjun ini. Dari
jalan utama Curup – Lubuk Linggau, kita tinggal berbelok ke kanan ke arah
Bandara Silampari. Dari sini, sudah terpasang spanduk besar bergambar Air
Terjun Temam di setiap persimpangan jalan, kita tinggal mengikuti tanda
panahnya.
Sepi. Hanya sepi yang
kutemukan di tempat wisata unggulan Lubuk Linggau ini. Asyik. Tidak seperti
kebanyakan tempat wisata yang ada di Pulau Jawa yang biasanya selalu padat
dikunjungi wisatawan (sampai mau foto selfie aja susahnya minta ampun), di Air
Terjun Temam ini hanya ada kami bertiga, aku, Zita, dan si ayah. “Kalau hari
libur ramai mbak, tapi tidak seramai obyek wisata di Pulau Jawa sih” kata
petugas tiket masuk setelah mengetahui kalau aku berasal dari Jawa.
Hanya dengan dua ribu
rupiah per lembar tiketnya, aku mulai menapaki jalan menuju Air Terjun Temam.
Dari tempat penjualan tiket, suara air bergemuruh sudah terdengar jelas,
menandakan kalau air terjun terletak tidak begitu jauh dari sini. Benar saja,
hanya beberapa puluh kali kaki melangkah, air terjun itu sudah terlihat di
depan mataku.
Di bagian atas samping air
terjun, terdapat sebuah jembatan yang memungkinkan kita berfoto cantik dengan
latar belakang air terjun yang seolah membentuk sebuah tirai.
Selain Air Terjun Temam,
tempat wisata lain yang ada di Lubuk Linggau adalah Bukit Sulap dan WaterVang.
Baca juga :
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus