Selasa, 14 Maret 2017

Indahnya Parangtritis dilihat dari Watu Gupit, wisata Jogja



Awal dari cerita ini adalah ketika aku melihat sebuah tempat indah bernama Parangendog di internet. Dalam gambar tersebut terlihat seorang yang sedang duduk ongkang-ongkang kaki di sebuah… hmm apa ya namanya? Pokoknya seperti puing-puing bangunan yang sudah tidak terpakai gitu deh. Dan, di bawah kaki orang itu, jauuuuh di bawah sana, terhampar pemandangan indah sebuah pantai. Jadi tuh orang duduk di atas ketinggian, tanpa pengaman, dan pemandangan di bawahnya indah banget. “Aku harus datang ketempat ini”begitu tekadku waktu itu.

Setelah kutelusuri, ternyata tempat itu berada di sebelah Pantai Parangtritis yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalku di Magelang. Setelah mencari lokasinya di internet, sepertinya gampang untuk mencari tempat itu, dari gerbang masuk Pantai Parangtritis, aku tinggal terus saja mengikuti jalan ke arah Pantai Parangtritis yang memang cuma itu satu-satunya jalan utama. Ketika sampai di tempat parkir Pantai Parangtritis, terus saja ke arah timur dan mengikuti jalan menanjak. Sudah beberapa kali aku ke Pantai Parangtritis dan memang aku sering melihat jalan menanjak itu dari tempat parkir Pantai Parangtritis, hanya saja aku belum pernah mencoba melewatinya karena aku tidak tahu ada tempat keren diatas jalan menanjak itu.

Aku mengangsurkan uang sebesar dua belas ribu rupiah sebagai ongkos masuk untuk sebuah mobil dan tiga orang penumpangnya, kepada petugas penjaga gerbang Kawasan Pantai Parangtritis. “Kalau Parangendog itu dimana pak?“ tanyaku pada petugas bertopi itu. “Itu tempat untuk paralayang mbak, terus saja mengikuti jalan ini lalu ikuti jalan menanjak setelah Pantai Parangtritis, nanti Parangendog ada di ujung jalan yang paling jauh” jawab si bapak sambil menyerahkan karcis tanda masuk.

Begitu melewati Pantai Parangtritis di kanan jalan, mobil kami mulai tergopoh-gopoh menaiki tanjakan yang selama ini sering kulihat tapi belum pernah kujejaki ini. Jalan sempit yang hanya muat untuk dua mobil itu terus menanjak ke atas, disertai kelok-kelok lekukan jalan yang teduh dinaungi pohon-pohon. Setelah lama menanjak, aku menemukan papan petunjuk bertuliskan ‘paralayang’ disertai tanda panah ke arah kanan.

Jalan aspal yang masih terus menanjak tanpa bosan itu kutinggalkan, aku berbelok ke kanan menyusuri jalan berbatu yang datar. Hanya sebentar jalan itu mendatar, tak berapa lama kemudian jalan berbatu itu mulai menanjak dan jalanan yang kulalui semakin jelek dengan kubangan lumpur di beberapa tempat. Kuikuti sajalah kemana jalan ini akan membawaku.

Ketika aku mulai putus asa dengan jalan berbatu dan becek ini, aku melihat beberapa mobil dan banyak motor terparkir di depanku. Dan disitu pula aku menemukan spanduk bertuliskan ‘Paralayang WatuGupit’. Lha kok namanya WatuGupit? Bukan Parangendog? Mungkin namanya sudah diganti biar nggak bosan, pikirku waktu itu. Dan setelah berjalan kaki menanjak beberapa puluh anak tangga, aku menemukan pemandangan indah ini, Pantai Parangtritis yang terlihat sangat jauuuuh di bawah sana.

Sudah banyak orang disitu, duduk santai diatas tanah berbatu, menikmati laut luas dan semilir angin. Beberapa bule terlihat disana. Aku heran kenapa banyak bule bisa menemukan tempat terpencil ini sedangkan aku yang bisa dibilang penduduk lokal baru tahu kalau ada tempat sekeren ini disini.
Zita bergerak mendekati bule
Para bule itu terlihat asyik berfoto dengan gaya kayang, handstand, dan berbagai gaya ekstrim lainnya, padahal mereka berdiri di tanah yang miring, dan tidak ada pagar pengaman. Kalau sampai ngegelinding, habislah sudah, tanah berada jauuuh di bawah sana. Aku saja tidak berani berdiri jauh dari Zita, takut dia terpeleset dan terjun bebas ke bawah, apalagi angin di atas sini lumayan kencang. Hiii syerem deh tapi asik bikin deg-degan.
nih tanahnya miring dan berbatu, takut kalau Zita sampai terpeleset dan ngegelinding ke bawah, tidak ada pagar pengaman
Pandanganku berkeliling mencari puing-puing bangunan yang kulihat di internet, tempat orang duduk berongkang-ongkang kaki di ketinggian, tapi ternyata nihil, aku tidak menemukannya. Hanya tanah berbatu yang ada disekitarku. Dan sampai sekarangpun, aku belum tahu apakah WatuGupit ini sama dengan Parangendog, atau ada tempat lain dengan pemandangan sama, tempat dimana aku bisa duduk berongkang-ongkang kaki sambil menikmati Pantai Parangtritis yang berada jauuuh di bawah sana.



video
 Update 24 Juli 2017
Setelah aku kesini lagi untuk kedua kalinya, baru aku tahu kalau Parangendog itu tempat mendarat (landing) paralayang, sedangkan untuk take off dari Watu Gupit. Jadi yang ingin paralayang biasa mendaftar di Parangendog, baru kemudian diantar ke Watu Gupit untuk melakukan take off. Tidak setiap hari ada kegiatan paralayang disini karena kegiatan ini sangat ditentukan oleh keadaan angin. Angin yang baik untuk melakukan paralayang biasanya mulai bulan Desember (info dari petugas parkir) dan biaya paralayang sekitar 350 ribu.

Baca juga :  
- Gondola Ekstrim di Pantai Timang, Gunung Kidul
- Wisata Jogja : Pesona Puncak Kebun Buah Mangunan
- Wisata Jogja : Naik Rakit ke Air Terjun Sri Getuk
- de Mata Trick Eye Museum Jogja

3 komentar: